Kamis, 28 September 2017

Sebatas Mimpi


Semilir angin berhembus kencang kala malam itu
Menghantarkan aku sampai pada satu tempat
Membuat mataku terpejam untuk beberapa saat
Menjatuhkan tatapanku terhadap satu sosok
Sosok yang kini sedang menebarkan senyum di bibirnya

Tepat di hadapanku sosok itu berada sekarang
Dia yang terlihat begitu nyata juga terasa begitu dekat
Beberapa saat dia berhasil membuat mataku tak berkedip
Aku berhasil memandanginya juga membalas senyumnya

Tak ada kata yang terucap kala itu
Hanya hembusan angin yang terdengar mengusik telinga
Dingin udara ini membuatkku mengadu kedua telapak tanganku
Seolah ingin menemukan kehangatan dalam sela gosokannya
Dia masih tersenyum dan sekarang mulai sibuk memperhatikanku
Dia  menggeleng membaca raut wajahku yang seperti sedang kedinginan

Tiba-tiba saja dia melepas jaket merah yang sedang ia kenakan
Dalam sekejap tangannya merangkul memindahkan jaket itu ke badanku
Membantu meraih kedua tanganku agar memakai jaket tersebut
Memasangkan resleting yang ada di bagian depan jaket

Selesai, ya tugasnya memasangkan jaket ini sudah selesai
Tidak, ternyata tidak sampai di situ saja
Dia mengusap kepalaku masih sambil menatap tajam dan tersenyum
“Lain kali, kalau pergi-pergi pakai jaket yah.. udah tau suka kedinginan, masih aja jaketnya enggak dibawa. Jangan bandel kalo dibilangin, pokoknya lain kali wajib pake jaket. Kalau enggak pake jaket nanti aku tilang. Ngerti.. Janji yah..”

Aku t ersentak kaget mendengar dia berkata-kata
Yang baru saja terdengar bukan hanya sebait kata
Namun satu buah kalimat yang panjang
 Dan di dalamnya terkandung makna bahwa dia perhatian
Bibirku bergetar mengucap kata “Iyah, aku janji. Terima kasih.”

Sedetik dia menarik tubuhku mendekap ditubuhnya
Kepalaku mendarat tepat di pundaknya
Dia memelukku dengan erat
Dia mengusap kepalaku juga pundakku
Sungguh, dia sangat nyata buatku

Kriiingggg..
Tersentak suara Alarm berhasil membangunkanku
Tidak, ternyata tadi itu tidak nyata
Dia hanya ada dalam mimpiku
Dan lagi-lagi aku bermimpi tentangnya

Apakah ini yang dinamakan Rindu ?
Bahkan pelukan hangat itu pun masih terasa
Sampai aku membuka mata
Sosok itu, dia selalu hadir dalam gelap malamku
Kenapa dia selalu menemuiku dalam mimpiku ?
Apakah aku juga selalu menemuinya dalam mimpinya ?
Ataukah sebaliknya aku yang sebenarnya ingin menemuinya
Namun terbatas ruang dan waktu
Dia yang hanya bisa ku temui dalam mimpiku

Hanya sebatas mimpiku

Senin, 31 Juli 2017

Curug Cibeureum

Tepat hari Rabu, 17 Agustus 2016, aku bersama teman-teman kuliah memutuskan untuk refreshing lagi, ini yang ke sekian kalinya hehe.. Kali ini kami touring dengan motor dari Jakarta menuju kawasan Cibodas, Puncak. Kami ingin mengunjungi Curug Cibeureum tepatnya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Cibodas.

Pukul 07.00 WIB kami on the way dari Jakarta, saat itu personil yang ikut hanya 10 orang dengan saling berbonceng 5 motor. Kami sengaja berangkat pagi, karena mengingat jalur puncak yang macet dan juga ini hari libur nasional (tepatnya HUT RI ke 71). Meskipun di beberapa tempat banyak yang melakukan upacara bendera, tak heran banyak juga yang liburan ke beberapa tempat wisata.

Apalagi warga ibukota, cukup banyak juga yang memanfaatkan liburan mereka untuk berkunjung ke Puncak. Entah apa yang membuat mereka tertarik dengan puncak, tapi yang jelas banyak sekali alasan yang mengharuskan mereka untuk sesekali mengunjungi puncak. Adapun salah satu alasannya untuk refreshing, sama seperti kami.

Benar saja, kami sudah sampai jalur masuk puncak, situasi jalan sudah mulai macet. Kali ini sedikit berbeda, banyak warga sekitar puncak melakukan parade di jalanan, dalam rangka HUT Kemerdekaan RI. Banyak mobil dan motor di hias seperti jaman penjajahan dulu, orang-orang pun memakai kostum seperti pejuang dan para pahlawan kemerdekaan. Banyak pula warga yang jalan kaki serta yang antusias menonton dipinggiran jalan.

Karena kami naik motor, beberapa dari kami terpencar, dan kami kembali bertemu di Rindu Alam, “pokoknya kalau sudah sampai Rindu alam atau Masjid At-Ta’awun, berarti kalian sudah benar-benar sampai puncak, hehe”. Pukul 11.30 WIB kami tiba di Cibodas. Kami parkir motor di depan warung-warung sekitar cibodas. Cukup siang juga kami sampai.

Kami memutuskan untuk makan siang dan sholat zuhur terlebih dahulu disini, sebelum nantinya menjajak ke curug. Beberapa dari kami ada yang bawa bekal sendiri, selebihnya makan disini. Ada indomie, nasi warteg, kopi, teh, dsb. Adapun di setiap warung menyediakan tempat duduk/lesehan untuk makan, toilet, dan tempat bermalam jika ada yang mau nanjak sampai puncak Gunung Gede Pangrango.

Suasana siang ini cukup terik, matahari siang menyapa kami dengan porosnya sempurna, serta udara puncak dengan kadar dinginnya yang khas, membuat rasa lelah selama beberapa jam naik motor hilang. Apalagi lengkap dibalut dengan makan siang yang sederhana, serta do’a yang dipanjatkan seusai sholat zuhur, serasa kami siap memulai petualangan kali ini.

Kami pun langsung menuju pintu masuk pendakian, terpampang nama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Saat masuk ke dalam tersentak kami disuguhi oleh pemandangan hutan lebat, dengan jalan setapaknya yang di design dengan tumpukan batu besar untuk memudahkan para pengunjung saat mendaki.

Kami membeli tiket masuk terlebih dahulu. Setelah tiket berhasil kami dapatkan, mulailah kami nanjak. Sebelum itu juga berdo’a terlebih dahulu dan ingat tidak boleh berjalan dulu-duluan, tidak boleh melamun, tidak boleh bersuara yang aneh-aneh, dan kita harus tetap sama-sama, saling tunggu, juga istirahat saat beberapa dari kita mulai lelah “seru salah satu teman kami”.

“Sebelumnya aku pribadi sudah pernah mengunjungi tempat ini sekali, saat pendakian ke Gunung Gede 2 tahun lalu (sebelumnya pernah aku tulis di blog juga). Tapi saat itu jalur cibodas ini hanya menjadi jalur turun pendakianku saja, sedangkan jalur awal mendaki dari Gunung Putri.”

Tak terasa sudah beberapa menit kita mendaki, di sebelah kiri jalur pendakian terdapat sebuah Telaga Biru, posisi telaga yang tersorot sinar matahari yang membuat tegala itu berwarna biru. Saat ini air telaga biru sudah tidak jernih, mungkin kurang terawat.

Setengah jam berlalu kami mendaki, lelah sudah mulai terasa. Kami beristirahat di dekat pendopo, duduk di atas batang pohon besar yang membentuk seperti kursi yang bisa diduduki. Persediaan air minum kami pun sudah mulai menipis, betis ini juga sudah mulai pegal. Ayo kawan, perjalanan kita masih panjang ini baru separuh perjalanan saja, semangat ayo nanjak lagi “saut salah satu teman kami “ hihihi

“Jarak menuju curug cibeureum sekitar 2,6 KM, kata orang sana bisa ditempuh 1 jam mendaki, ini untuk yang sudah sering atau sudah pernah mendaki kesini. Tapi kalau yang baru sekali mencoba, bisa 1,5 sampai 2 jam pendakian yang harus di tempuh”.

Tak terasa pukul 14.00 kami sudah hampir sampai curug, suara gemercik airnya sudah terdengar melalui aliran-aliran sungai yang kami temui di tempat ini, disini adalah sebuah jembatan kayu yang cukup panjang, berlatar pemandangan Gunung Gede Pangrango. Kali ini kami berfoto-foto ria, mengabadikan moment kebersamaan kami. Sepintas melupakan rasa lelah selama 1 jam mendaki.

Ternyata dari jembatan ini kami masih harus menempuh waktu 30 menit untuk sampai Curug Cibeureum. Akhirnya, kita sampai juga di curug pukul 14.30 WIB. Setelah persediaan air kami habis, disana ternyata ada yang menjual air mineral, atau juga bisa mengambil air yang mengalir dari atas curug langsung kalau mau. He hehe

“Cibeureum berasal dari bahasa sunda, sama seperti tempat ini sudah masuk daerah Jawa Barat. Ini memiliki sebuah arti, “Ci” berarti Air dan “Beureum” berarti Merah. Jadi Cibeureum ini adalah Air Curug yang awalnya berwarna merah. Warna merah ini berasal dari dinding tebing curug yang ditumbuhi lumut merah. Jika terkena sinar matahati, warna air pun terlihat berubah menjadi merah. Begitulah kurang lebih asal muasal Curug Cibeureum.”



Setelah puas bermain air dan foto-foto bersama, kami pun memutuskan untuk turun pukul 15.00 WIB. Kali ini perjalanan turun cukup licin, sepertinya tadi sempat hujan namun tidak deras. Bebatuan yang menjadi jalur pendakian cukup rawan membuat kaki tersepelet. Aku sampai beberapa kali terpeleset, padahal sudah cukup hati-hati dan pelan-pelan. Semangat kawan, jangan sampai terjatuh seperti ku yah, hati-hati melangkah turunnya. Kita pun saling berpegangan tangan beriringan berdua-berdua, untuk jaga-jaga agar tidak ada yang terjatuh.

Tak terasa, pukul 16.00 WIB kami sudah sampai dibawah, pintu keluar yang sama dengan pintu masuk kami tadi. Kami beristirahat sejenak sambil makan cemilan yang  tersisa, yah kali ini yang tersisa hanya Chiki, kami juga lanjutkan dengan sholat ashar.

Setelah selesai kami jalan ke tempat parkiran motor, melihat-lihat beberapa cinderamata dan oleh-oleh khas puncak. Sehabis puas belanja oleh-oleh. Kami on the way turun puncak, kami kembali berkumpul di Masjid At-Taawun untuk sholat magrib dan makan malam bersama.

Pukul 06.30 kami on the way Jakarta, kabut yang cukup tebal, angin yang dingin dan langit yang sudah gelap menemani perjalanan pulang kami. Kelok jalan lumayan terjal yang dituntun dengan lampu jalan serta lampu kendaraan, membawa kami menyudahi petualangan hari ini. kami berpencar arah saat tiba di bogor. Alhamdulillah pukul 23.00 WIB kami sampai Jakarta dengan sehat tanpa kekurangan apapun.

Satu hari yang menyenangkan bersama kalian, kekompakan dan kebersamaan yang terbalut hari ini cukup mengesankan. Terima kasih buat kalian yang sudah join dalam petualangan kali ini.

Masih tetap bersama kalian “Safara,  Irfan, Riyo, Ruli, Desy, Annisa, Rina, Siska, Wulan, dan Imah.”

Sekali lagi terima kasih banyak, teruntuk kalian kawan yang sangat amat luar biasa. . .

Rabu, 26 Juli 2017

Sketsa Wajah

Suatu waktu di setiap harinya
Ada satu wajah, dengan sorot mata yang khas
Dimana bayangnya selalu hadir
Sekalipun hanya untuk menyapa
Saat pagi ku membuka mata
Juga saat malam ku menutup mata

Iya, kamulah wajah bayangan itu
Kamu terlihat setiap saat aku teringat
Kamu tersenyum setiap kali aku tertawa
Kamu berusaha merayu setiap aku bersedih
Kamu mengusap pipi ku setiap air mata ini menetes

Sampai akhirnya aku terhenti dari tangisku
Kamu pun kembali tersenyum kepadaku
Senyum termanis yang tak pernah ku lupa
Pelukan hangat mendarat tepat di hadapanku
Kau seraya berkata 'Aku Sayang Kamu'

Air mata ini kembali menetes,
Tiap kali mendengar kalimat itu
Jantungku seolah berhenti berdetak
Bibir seolah bicara dalam diam
Tuhan, terima kasih telah mempertemukanku dengannya,

Lanjut saja sebuah senyum merona muncul dari bibirku
Kali ini adalah air mata bahagia "ucapku masih dalam hati kini dengan mata tertutup"
Sungguh bahagia bisa mengenalmu sedekat ini
Dengan sedikit terdengar isak, ku menjawab kalimat yang sama dengan yang kau ucap
'Aku juga Sayang Kamu', pria baik.

Hayo, kenapa menangis lagi ? "tanyamu menggoda"
Tidak suka ya kalau aku peluk ? 
atau,
Tidak senang aku bilang Sayang ? 
Yaudah aku tidak akan peluk lagi deh
Juga tidak akan ucapin Sayang lagi,
"Dengan wajah polosnya, kamu seolah ngambek tapi nadamu seperti merayu"

Nah, kenapa bicara seperti itu, woo
Aku tidak apa-apa kok, aku senang
Hanya saja aku bersyukur mengenalmu dalam hidupku
Hanya saja air mata ini mengalir dengan sendirinya 
dan,
Hanya saja aku nyaman saat kamu peluk 
Aku bahagia saat kau ucap Sayang padaku
Begitupun aku, sangat bangga membalas ucap Sayangku padamu

Sini, peluk lagi... "kali ini aku yang langsung mendekapnya"
Kembali ku menutup mata
Mengucap beberapa pinta pada Tuhan
Tuhan,
Izinkan aku untuk tetap melihatnya tersenyum
Izinkan aku memeluknya ketika dia bersedih suatu saat nanti
Izinkan aku membantunya bangkit jika dia terjatuh atau kehilangan arah
Izinkan aku untuk tetap menyayanginya walaupun ku tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya
Izinkan aku untuk berada didekatnya saat dia butuh teman berbagi cerita
walaupun lagi-lagi aku tak tahu bagaimana hari esok
Dan yang terakhir, tolong jaga dia ketika aku tak di sampingnya

Aku beruntung punya kamu,
Aku berterima kasih pada semesta yang mempertemukan kita karena takdirNya
Dan aku senang mengenal wanita cantik sepertimu  "kali ini kamu seolah memuji dan menyucap syukur"

Gombal deh kamu.. "kataku"
Aku gak gombal woo.. "ucapnya sambil tertawa kecil"
Terus apa hayo kalo bukan gombal ? .. "ledekku"
Apa aja boleh.. "sambil melet dia mencubit pipiku"

Udah yuk, kita pulang.. "ajakmu"
Malu tuh diliatin langit dari tadi kamu peluk-peluk aku.. wkwk
Jiahaa, hei yang meluk duluan tadi siapa ya? Hemmm.. wkwk

Kala itu langit senja terlihat indah dengan balutan warna khasnya
Jingga - Keunguan, 
Senja seolah meyambut senang, bersamaan tawa kecil kami

Kami pun saling menatap dan kembali tersenyum
Berjalan melewati lorong bergandengan tangan
Senja kali ini memisahkan perjumpaan kami
Dan malam gelap kembali menyapa
Seolah rindu hadir dalam waktu singkat
Tetap saja bayang wajahnya membuat rinduku lenyap

Bahkan, bila boleh ku umpamakan,
tak ada sketsa apapun yang mampu menyaingi indah wajahmu, pria baik.




Selasa, 25 Juli 2017

Desa Sawarna

Satu ketika di awal bulan Mei 2016, kami bersebelas teman kampus mengadakan jalan-jalan ( empat orang laki-laki dan tujuh orang perempuan). Pantai yang menjadi tujuan wisata kami kala itu. Tujuan kami terletak di sebuah Desa bernama  Sawarna, tepatnya di kecamatan Bayah, kabupaten Lebak – Banten.

Waktu liburan kami hanya 2 hari 1 malam saja, perjalanan kali ini kami tempuh menggunakan Elf. Hari jum’at malam sekitar pukul 22.00 WIB kami berangkat dari jakata menuju Sawarna, disini ada dua alternative jalan “melalui Sukabumi” atau “melalui Pandeglang”. Kami memutuskan melalui Pandeglang, karena jika masuk jalur Sukabumi padat, macet dan jalannya pun cukup terjal berkelok-kelok bukit.

Saat sudah setengah perjalanan, baru terasa jauh sekali jika lewat pandeglang ini, meskipun arahnya hanya lurus terus saja sampai keluar di kecamatan Bayah, waktu yang kami tempuh untuk sampai Bayah kurang lebih 10 jam, dengan tiga kali waktu menepi dan istirahat di Pom Bensin dan di mushola saat sholat subuh.

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di Desa Sawarna pukul 08.00 WIB, padahal perkiraan kami akan sampai pada saat sunrise mucul di Sawarna, namun perkiraan itu meleset. Tibanya di Desa Sawarna, kami disambut hangat oleh sang Pemilik salah satu homestay disana, namanya Kang Hendy kebetulan sebutannya Homestay Kang Hendi, sesuai nama pemiliknya.

Kang Hendi sudah menyiapkan tiga buah kamar lengkap dengan bad, kipas angin, TV, juga kamar mandi dalam, dan di depannya ada teras serta disamping kanan luar ada dapur. Ini terlihatnya seperti 3 buah kos – kos’an dengan teras dan dapur untuk bersama hehe. Harga penginapan disini bervariasi namun cukup murah dan dirasa pas untuk kantong anak kulihan seperti kami hehe. 


             Kami mulai merapihkan barang-barang dan bersih-bersih masuk kamar masing-masing, kamar pertama diisi 4 orang laki-laki, kamar kedua 4 orang perempuan, dan kamar ketiga diisi 3 orang perempuan. Bahan makanan pun kami bawa dari jakarta, selesai merapihkan barang-barang, kami yang wanita beberapa masak untuk sarapan.

Selesai makan, kami bersiap-siap untuk pergi ke pantai, sekitar pukul 11.00 WIB kami on the way. Jarak pantai dari homestay sekitar 10menit dengan jalan kaki. Cuaca cukup terik siang ini, tapi angin pantai begitu terasa menyejukkan raga. Suara ombak pun telah terdengar disayup-sayup dedaunan. Pemandangan sawah nan hijau indah mengiringi langkah kami menuju pantai. Anak laki-lakinya Kang Hendy kali ini yang memandu kami. (namanya siapa kami lupa hehe)


Disini ada beberapa pantai, letaknya juga tidak terlalu jauh. Ada pantai Tanjung Layar, pantai Legon Pari, pantai Karang Taraje, pantai Karang Bereum, dan pantai Pasir Putih. Sekarang kita menuju pantai Tanjung Layar terlebih dahulu ya. “ucap lelaki yang menjadi guide kami itu”.

Kami sudah tiba di Pantai Tanjung Layar, sungguh pantai  yang indah, airnya sedang tidak pasang karena kami masih bisa berfoto di tengah degan background dua batu karang besar (serupa tapi tak sama) juga pinggiran karang kecil lainnya yang disapu oleh desir ombak namun tidak pasang. Inilah pemandangan awal pantai Tanjung Layar.




Setelah puas berfoto ria, kami pun menepi untuk menuju pantai yang lainnya. Saat kami berjalan ke tepi, air mulailah pasang, yang awalnya kami sampai hanya semata kaki, sekarang air sudah naik sampai di atas lutut, habislah kami basah-basahan disana ^^ seruu banget. .





Selanjutnya kita menuju pantai Pasir Putih, benar dinamakan pantai Pasir Putih karena pasir di pantai sana memang berwarna putih dan masih asri. Sepanjang perjalanan menuju pantai Pasir Putih, kami bertemu dengan dua pantai yang lain, dua pantai itu tidak banyak dikunjungi karena ombaknya yang sangat besar.
Desa sawarna ini belum banyak di jamak orang, namun saat ini sudah mulai ramai pengunjung, tidak hanya warga Jakarta yang mengunjunginya dari daerah-daerah lain pun banyak, ada yang touring menggunakan motor, ada yang naik bus, ada yang naik mobil pribadi, ada juga memakai Elf seperti kami.


Pukul 14.00 WIB kami kembali ke homestay, dengan wajah cukup puas berjalan dan berfoto ria. Kami memutuskan beristirahat, karena nanti malam kami ingin mengadakan acara bakar-bakar ayam dan sosis. Pukul 17.00 WIB bahan-bahan sudah siap, kami mulai meracik ayam, sedangkan pukul 19.00 WIB baru kami mulai proses bakar membakar. 

Dan tara, makan malam siap disantap. Malam semakin dingin, seusai makan malam kami berbincang-bincang sebentar dan sebelum larut kami pun memutuskan untuk beristirahat.    


       Keesokan harinya sehabis sholat subuh kami jalan-jalan ke Pantai Putih lagi, kali ini kami tidak bersama guide karena sudah hafal jalan sendiri hehe.  . Mentari pagi ini sedikit terlambat menampakkan senyumnya, kami berhasil menemuinya di pantai sekitar pukul 05.00 WIB. Ternyata di  tepi pantai banyak para wisatawan yang bermalam dengan tenda, juga banyak saung-saung yang menjual makanan, serta air kelapa tidak ketinggalan jika bersua pantai.







Pukul 06.30 WIB kami kembali ke penginapan, kami bersiap untuk sarapan. Setelah sarapan, kami berkemas barang-barang dan bersiap untuk mengakhiri liburan singkat ini. Pukul 09.00 WIB kami berpamitan dengan sang pemilik homestay yaitu Kang Hendy.
 Terima kasih banyak Kang, atas penginapan, fasilitasnya dan panduannya selama kami disini. “ucap kami sambil memohon pamit”. 

Matur nuhun sanget juga ya neng dan akang semua, semoga senang bisa berlibur ke desa ini, mudah-mudahan bisa mampir lagi di lain kesempatan ya. “jawab Kang Hendy dengan santun”. 

Iyah Kang, sama-sama ya, kami senang sekali berlibur kesini, kami pamit pulang ke Jakarta dulu ya Kang, agar tidak kemalaman sampai Jakarta nya. “kami pamit dengan berjabat tangan”.

Hati-hati di jalan ya semuanya. “seru Kang Hendy menyudahi tugasnya mengantarkan kami sampai ke parkiran Elf kami”.

Perjalanan pulang kami kali ini lewat Sukabumi, benar sekali jalannya agak terjal dan berkelok-kelok. Di tengah perjalanan kami sempat mampir makan siang di Bukit Habibie yang berlatar teluk Pelabuhan Ratu. Sungguh indah pemandangan dari bukit itu, setelah mengenyangkan perut kami pun lanjut perjalanan.

Petualangan kami kali ini selesai dengan sampai di Jakarta pukul 20.00 WIB. Kami sampai agak terlambat, karena ini bertepatan hari Minggu situasi jalan cukup padat merayap, serta kami dua kali menepi di perjalanan untuk sekedar isi bensin, makan, dan sholat.

Perjalanan kami ke Desa Sawarna sangat menyenangkan, semua lelah terbayar dengan banyaknya foto-foto selfie yang kami abadikan. Terima kasih juga untuk kalian teman-teman.

Kapan-kapan kita adakan jalan-jalan lagi ya, untuk menambah erat tali silaturrahmi kita.

Sekali lagi terima kasih banyak untuk kalian teman yang amat menyenangkan, salam hangat untuk kalian semuanya, 

Teruntuk kalian,
Safara, Irfan, Riyo, Heru, Desy, Annisa, Siska, Rina, Vivi, Opah, dan Yana.



Selasa, 02 Mei 2017

Seuntai Rindu

Ada hari yang terus melaju, tanpa henti ku tempuh dengan kemampuannya  untuk menempuhnya..
Ada rindu yang terus melekat direlung hati, tak bisa ku bendung lagi..
Ada mata yang tak berhenti menatap, sedangkan hati selalu berbisik ingin menetap..

Dalam lamunan, ku seolah terbang teringat sebuah kenangan..
Tidak, ini tidak bisa terjadi.. tidak boleh terus menerus mengingat masa lampau..
Waktu, waktu terus melaju, seharusnya semua kenangan disimpan rapat tanpa harus dilihat lagi..
Cinta, cinta seolah pudar terkikis perihnya patah hati, namun ada rasa yang tak bisa hilang..
Sayang, rasa sayang masih tersisa, begitu juga dengan nyaman..
Kenyamanan akan tetap ada, tidak bisa terhapus begitu saja..
Walaupun waktu akan habis berlalu setiap harinya, kenyamanan itu masih tetap ada..

Halo Kenyamanan, iyah kamu, orang yang sampai saat ini masih membuatku merasa nyaman..
Bagaimana kabarmu ?
Apa yang menjadi aktivitasmu sekarang ini ?
Apakah masih sama seperti dulu ?
Bagaimana perasaanmu ?
Apakah ada sedikit rindu tersisa untukku ?

Pertanyaan terakhir macam apa itu!
Jelas tidak pernah ada sedikit ataupun setitik rindu untukku, benarkan ?
Kamu sudah berhasil melalui hari-hari dengan berjalan sendiri..
Sejak kau putuskan untuk berjalan masing-masing..
Kau terlihat sangat bahagia..
Kau terlihat sangat tegar..
Bagimu, hidup mungkin akan lebih indah setelah ini..

Aku selalu ingat pesanmu,
Semua pesan yang kau ucapkan untuk yang terakhir kalinya..
"Jangan pernah ungkit masa lalu lagi, yang lalu biarlah berlalu.."
"Dan berhentilah mencari tahu tentangku.."
Kamu urus hidupmu dan aku urus hidupku.."
Serahkan semuanya kepada-Nya..
Jika nanti kita berjodoh pun akan ada caranya sendiri..

Ku coba berusaha mengerti apa maumu, apa maksudmu..
Sampai akhirnya aku mengerti, seiring waktu berjalan..
Aku mengerti, kini kau tak inginkan hadirku lagi di hidupmu..
Kini juga ku sadari, tidak seharusnya aku terus menghantuimu..
Dengan message ku yang selalu memenuhi dinding chat mu..
Bahkan tak sekalipun kau gubris, hanya di baca saja..

Terima kasih kamu telah meyadarkanku untuk tak lagi bermimpi..
Terima kasih telah membangunkanku dari tidur panjang ini..
Terima kasih telah mengajarkanku arti mencintai dan menyayangi..
Terima kasih telah memberiku semangat yang lebih dalam setiap hari..

 Maafkan jika segala egoku membuatmu tidak ingin dekat lagi..
Maafkan jika segala kataku membuatmu sakit hati bahkan patut dibenci..
Maafkan jika tidak bisa menjadi yang tebaik untukmu..
Maafkan jika tidak bisa menjadi apa yang kamu mau..

Semoga kau selalu bahagia..
Dengan siapapun nantinya..
Semoga tak ada lagi sosokku yang menyebalkan di hidupmu..
Semoga tak ada lagi bayangan ku yang mengganggu di setiap harimu..
Semoga tak ada lagi notifikasi yang dulu menjadi favoritmu namun sekarang sudah tidak lagi..





Selasa, 07 Maret 2017

Gunung Gede Pangrango


Waktu yang ditunggu setelah sekian lama dinanti, kini tiba saatnya. Hari Jum’at 26 September 2014, semua persiapan sudah 99% lengkap, 1% nya lagi tinggal bismillah dan berdo’a kepada  Allah SWT hehe..  beberapa perlengkapan yang aku siapkan yaitu sepasang sepatu, jaket tebal dan sebuah carrier yang berisi : sleeping bag, obat-obatan/P3K, botol minum, pakaian ganti, sarung tangan, sandal, kaos kaki, dan jas hujan.
 Udah bisa ditebak dong, semua perlengkapan ini untuk apa.. Iya benar ini barang-barang yang dibawa untuk Hiking / Mendaki Gunung. Insyaallah malam ini aku bareng teman-teman (yang lebih tepatnya disebut “temen ketemu gede” hihihi..) akan berkunjung ke salah satu tempat yang indah, yaitu Gunung Gede Pangrango. Yang berketinggian 2958 mdpl. Letaknya di Taman Wisata Cibodas daerah Puncak Bogor.
Yang paling penting dari perjalanan ini adalah izin Orang Tua, (karena restu Allah adalah restu Orang Tua). Jika Orang Tua merestui perjalananku maka Allah pun akan senantiasa merestui dan melancarkan perjalanan nanti. Aamiin J… dan Alhamdulillah Orang Tua mengizinkan putri sulungnya ini untuk naik Gunung. #assyiikkk
Tepat pukul 22:00 WIB, saatnya berkumpul di Terminal Bus Kampung Rambutan. Rombongan kita ada 13 orang, terdiri dari 2 perempuan : Aku (Desy) dan Ulfa sahabat kecilku, dan 11 laki-laki : ada Ka Bayu, Ka Lutfi, Rizky, Adit, Soleh, Artur, Ryan, Ari, Iqbal, Indra, dan Obhoy. Disini Ketua rombongan adalah Ka Bayu dan Ka Lutfi, karena  mereka sudah banyak pengalaman soal mendaki.


Dari sini kita naik Bus ke arah puncak, turun pas di kawasan Taman Wisata Cibodas. Kita sampai pukul 01:00 WIB, udara dinginnya puncak sudah mulai berasa. Kami putuskan untuk makan di sebuah warung, yang juga menyediakan tempat beristirat sejenak bagi para pendaki yang mau nanjak esok pagi. Setelah makan, kami tidur menyiapkan tenaga untuk besok nanjak.
Tanggal 27 Sep 2014, pukul 06:00 WIB, kita bangun dan siapkan semua perlengkapan yang akan dibawa. “Yeah, kita siap untuk nanjak pagi ini kawan, jangan sampai ada yang ketinggalan ya..” seru Adit dengan gayanya yang gokil dan suka cari-cari perhatian haha.. Pagi ini rasanya semangat kita sangat menggebu-gebu. Awal perjalanan dimulai dari melewati salah satu jalur alternative yaitu “Jalur Pendakian Gunung Putri”.
Sebelum mendaki kita semua berdo’a menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. “berdoa dimulai..” “berdo’a selesai..” pimpin Ka Bayu. Disini Ka Bayu selalu pesan sama kita, bahwa  “Tujuan utama kita mendaki bukanlah Puncak yang ada di atas sana, tapi kembali ke rumah dengan selamat itulah tujuan utama kita”. Bukan berlomba-lomba sampai puncak lebih dulu, tapi bersama-sama menempuh perjalanan dan rintangan, sampai kita menaklukkan puncak dengan personil yang utuh.
Bismillah, kita mulai mendaki jalur pendakian. Tak terasa pukul 10:00 WIB kita sudah sampai di Post I, dimana untuk menuju puncak kita harus melalui 3 pos (ditandai adanya pendopo atau area istirahat sejenak) di Pos I kami duduk-duduk 5 menit, sambil mengambil foto rombongan kita. Cheerss.. inilah gaya kami saat berfoto, dengan wajah sedikit berkeringat tapi kita tetap semangatt^^


Perjalanan berlanjut, dengan nafas yang lumayan ngos-ngosan kita sampai di Pos II, tepat pukul 12:00. Kita istirahat sejenak sambil masak mie goreng sebagai menu makan siang. Mie yang sudah matang beralaskan kertas nasi, posisi duduk kita membentuk lingkaran, lalu mulai makan dengan lahap, hehe.. Mungkin ini salah satu makan siang yang romantis. Diadakan ditengah hutan, ditemani pepohonan tinggi menjulang, diiringi suara kicau burung.
Kembali melanjutkan perjalanan, sekarang kita tiba di Post III, pos terakhir sebelum nantinya kita sampai ke Leher Gunung, atau yang sering disebut “Surya Kencana” surganya Gunung Gede dan taman bunga Eidelweis (bunga yang hanya tumbuh dipegunungan saja). Pukul 15:00 WIB kita berhasil sampai di Surya Kencana (luasnya sekitar 2x luas GBK)
Subhanallah…. semua lelah selama kurang lebih 8 jam, terbayar sudah dengan panorama pemandangan puncak gunung dan hamparan bunga eidelweis yang bermekaran seakan melambai memanggil kita untuk mendekat dan foto bersama. Senyum lebar serta perasaan masih tak percaya kita bisa sampai disini, dimana sedikit lagi menuju puncak Gunung Gede, melihat maha karya Allah yang luar biasa.



Kita memutuskan untuk membuat tenda dan bermalam disini, aku dan ulfa menyiapkan menu makan malam kita yaitu Spaggety Bolognise, nyamm..nyamm..nyamm. Selesai santap malam dan berbincang-bincang sebentar, kita masuk tenda lalu beristirahat. Udara malam yang sangat dingin berkisar 6’ Celcius ini, membuat kami tidur nyenyak dengan sleeping bag nya masing-masing.



Pukul 06:00 sang surya membangunkan kita, panorama sunrise yang indah terlihat dari sini, meskipun kita tidak melihatnya di Pas Puncak sana. Kembali mengagumi anugerah Sang Maha Agung. Sarapan kita adalah Pop mie dan secangkir teh, lalu lekas bergegas siapkan semua barang bawaan dan bersiap melangkah menuju  puncak yang sudah tak sabar kita nanti-nantikan.


Hampir 2 jam perjalanan, Alhamdulillah … akhirnya kita sampai Pas di Puncak Gunung Gede dengan ketinggian 2958mdpl pada tanggal 28 Sep 2014, pukul 08.10 WIB. Salah satu sejarah dalam hidup, bisa sampai di Puncak Gunung Gede dengan selamat, yang berawal dari niat dalam hati, tekad yang kuat, izin orang tua, teman-teman yang senantiasa mendukung, dan Allah yang selalu menuntun dalam setiap perjalanan.
Pemandangan yang sungguh indah sulit diungkapkan dengan kata-kata, rasa syukur yang tak henti-hentinya kita ucapkan kepada Allah SWT. Semua yang ada dibawah sana jika dilihat dari Puncak Gunung ini, sangatlah kecil, iya kecil  sekali. Sebuah pelajaran “Jika seumpama dibawah sana adalah kita (manusia), kita adalah makhluk yang sangat kecil dihadapan Allah”. Jadi hendaklah kita selalu bersyukur atas Nikmat-Nya,  tidak boleh sombong atau merasa diri paling tinggi. Karena sesungguhnya Allah lah yang Maha Tinggi.





Setelah puas mengucap syukur dan memandang panorama sekitar gunung nan indah adapun lereng dan lahar gunung terlihat dari atas sini, kami tentu mengabadikan moment ini dengan berfoto-foto ria. Jejak kaki yang sudah terekam, foto-foto yang akan menjadi kenang-kenangan, dan memori ingatan yang abadi tak akan pernah terlupakan.



Terima kasih banyak untuk kalian teman-teman baru yang menyenangkan, mengasyikan, meskipun awalnya sedikit tidak kompak, awalnya sedikit malu-malu untuk berbaur dan saling mengenal. Tapi endingnya kalian luar biasa kawan :D . Tiga hari yang indah, tidak terasa cepat sekali berlalu. Kenangan ini tak akan pernah kulupakan. Kalian adalah teman-teman (ketemu gede) yang baik, hebat, seru, care dan sangat amat menyenangkan.

Kapan-kapan kita Nanjak Bareng Lagi ya !!! 

#Teman Ketemu Gede